Regulasi media
Regulasi media adalah kontrol dan pembinaan media massa oleh pemerintah dan lembaga lainnya. Ini semua diatur di dalam Hukum yang memiliki aturan dan prosedur untuk mencapai berbagai macam tujuan, misalnya dalam hal intervensi dalam melindungi kepentingan umum yang dinyatakan di dalam regulasi media, serta mendorong persaingan dan pasar media yang efektif, atau menetapkan standar teknis umum.[1]
Sasaran utama dari regulasi media ini adalah pers, radio dan televisi, tetapi juga dapat mencakup film, musik rekaman, telegram, satelit, penyimpanan dan teknologi distribusi (disk, kaset, dan sebagainya), internet, ponsel, dll Regulasi media merupakan perangkat media massa yang memiliki peraturan, dimana semuanya diatur oleh Pemerintah dan beberapa badan yang membawahi media massa, peraturan diatur dalam hukun dan aturan yang sesuai dengan prosedur. Regulasi Media adalah aturan-aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan yang mengatur hubungan dan operasional media massa, regulasi sangat penting bagi keteraturan dan keseimbangan hubungan media massa dengan pemerintah, masyarakat, sesama media massa dan media secara global.
Definisi
[sunting | sunting sumber]- Keseimbangan antara kebebasan positif dan negatif yang terdefinisikan.
- Kebebasan negatif terdefinisikan, mengatur peran lembaga media dalam masyarakat dan melindungi kebebasan mereka berekspresi, publikasi, kepemilikan pribadi, perdagangan, dan berserikat harus diimbangi oleh peraturan perundang-undangan yang menjamin kebebasan positif warga negara untuk mendapatkan akses terhadap informasi..
- Keseimbangan antara negara dan pasar.
- Media berada pada posisi antara perdagangan dan demokrasi.
Hal ini membutuhkan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk menjaga keseimbangan kontrak, masyarakat mengharapkan media untuk mengambil hak istimewa mereka secara bertanggung jawab. Selain itu, kekuatan pasar gagal menjamin berbagai pendapat publik dan kebebasan berekspresi (Kebebasan Mengeluarkan Pendapat). dengan adanya pertanggungjawaban dan harapan regulasi melalui media media formal.[2]
Berdasarkan negara
[sunting | sunting sumber]Amerika Serikat
[sunting | sunting sumber]Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat melarang pemerintah membatasi kebebasan berbicara atau kebebasan pers. Namun, ada pengecualian tertentu terhadap kebebasan berbicara. Misalnya, ada peraturan tentang lembaga penyiaran publik: Komisi Komunikasi Federal (FCC) melarang materi siaran "tidak senonoh" pada gelombang udara publik. Tayangan insidental (tak sengaja) puting Janet Jackson selama acara jeda di Super Bowl XXXVIII mengakibatkan Undang-Undang Penegakan Kesusilaan Penyiaran tahun 2005 yang meningkatkan denda maksimal di mana FCC bisa menyamaratakan denda siaran tidak senonoh dari $ 32.500 sampai $ 325.000-dengan kewajiban maksimum $ 3 juta. Hal ini untuk melindungi kaum muda dari ekspresi dan ide-ide yang dianggap menghina/tidak sopan. Mahkamah Agung Amerika Serikat belum menyentuh internet, tapi hal itu bisa saja berubah jika netralitas internet terlibat. Peran pemerintah adalah untuk melindungi kepentingan publik, menyeimbangkan hal ini dengan kebutuhan bisnis media bisa menjadi hal yang sulit. Itulah sebabnya pengadilan, FCC, dan FTC semua bertanggung jawab untuk menengahi hak dan tanggung jawab media.[3]
Norwegia
[sunting | sunting sumber]Sistem media di negara-negara Skandinavia adalah duopolistik ganda dengan penyiaran pelayanan publik yang kuat dan intervensi pemerintah periodik yang kuat. Hallin dan Mancini memperkenalkan sistem media Norwegia sebagai Korporasi Demokrat.[4] Koran mulai lebh dulu dan berkembang dengan sangat pesat tanpa peraturan negara sampai tahun 1960-an. Meningkatnya industri periklanan turut membantu koran semakin menjadi yang paling berkuasa, sedangkan publikasi kecil berjuang di bagian bawah pasar. Karena kurangnya keragaman dalam industri surat kabar, Pemerintah Norwegia mengambil tindakan, berdampak pada kebebasan berbicara sesungguhnya. Pada tahun 1969, pemerintah Norwegia mulai memberikan subsidi pers kepada koran lokal kecil.[4] Namun metode ini tidak mampu menyelesaikan masalah sepenuhnya. Pada tahun 1997, didorong oleh kekhawatiran dari konsentrasi kepemilikan media, anggota parlemen Norwegia meloloskan Undang-Undang Kepemilikan Media yang mengamanatkan Otoritas Media Norwegia dengan kewenangan untuk turut campur terhadap perkara media saat kebebasan pers dan keragaman media terancam. UU itu diubah pada tahun 2005 dan 2006 dan direvisi pada tahun 2013.
Landasan utama regulasi Norwegia di sektor media adalah untuk memastikan kebebasan berbicara, pluralisme struktural, bahasa dan budaya nasional serta perlindungan anak-anak dari konten media yang berbahaya.[5][6] Insentif regulasi relatif meliputi Undang-Undang Kepemilikan Media, Undang-Undang Penyiaran, dan Undang-Undang Independensi Editorial. NOU 1988: 36 menyatakan bahwa dasar pemikiran dari semua regulasi media Norwegia adalah bahwa media berita berfungsi sebagai kekuatan oposisi terhadap kekuasaan. Syarat media berita agar mencapai peran ini adalah lingkungan yang damai dalam keragaman kepemilikan editorial dan kebebasan berbicara. Buku Putih No.57 mengklaim bahwa keragaman isi yang sebenarnya hanya dapat dicapai oleh media editorial yang independen dan kepemilikan pluralistik yang produksinya didasarkan pada prinsip-prinsip profesionalisme jurnalistik. Untuk memastikan keragaman ini, pemerintah Norwegia mengatur ketentuan kerangka kerja media dan terutama berfokus pada peraturan kepemilikan pluralistik.
Tiongkok
[sunting | sunting sumber]Pada periode awal sejarah modern Tiongkok, hubungan antara pemerintah dan masyarakat sangat tidak seimbang. Pemerintah memegang kekuasaan atas orang-orang Tiongkok dan mengendalikan media, pembuatan media yang sangat bernuansa politis. Reformasi ekonomi mengurangi fungsi pemerintahan media dan menciptakan kecenderungan media massa untuk membela masyarakat tetapi tidak hanya otoritas. Struktur tidak seimbang sebelumnya antara pemerintah yang berkuasa dan masyarakat yang lemah terlepaskan oleh kebijakan di beberapa tingkat, tetapi tidak benar-benar berubah sampai munculnya Internet. Pada awalnya regulator tidak menganggap internet sebagai kategori media massa tetapi sebuah teknik bisnis. Meremehkan kekuatan internet sebagai alat komunikasi mengakibatkan kurangnya regulasi internet. Sejak itu, internet telah mengubah metode komunikasi, struktur media dan dikalahkan pola suara publik di Tiongkok. Para regulator belum dan tidak akan membiarkan internet di luar kendali. Dalam beberapa tahun terakhir, strategi ketika mendekati Internet telah diatur sambil berkembang.
Regulasi internet di Tiongkok umumnya dibentuk oleh:
- Peraturan Perundang-Undangan
Tiongkok adalah salah satu yang memiliki jumlah peraturan perundang-undangan terbesar di dunia. Menurut statistik, hingga Oktober 2008, 14 departemen yang berbeda seperti NPC China, Departemen Publisitas Partai Komunis Tiongkok, dan Dewan Negara Biro Informasi, telah menerbitkan lebih dari 60 undang-undang yang berkaitan dengan regulasi internet.[7]
- Administrasi
Departemen regulasi internet di Cina memiliki distribusi pekerjaan masing-masing. Departemen Perindustrian dan Teknologi Informasi bertanggung jawab terhadap pengembangan dan regulasi industri, Kementerian Keamanan Publik mengatur keamanan dan pemberantasan kejahatan, dan Departemen Propaganda memimpin sistem di departemen budaya, penyiaran, jurnalistik, pendidikan, dll mengatur kontren informasi.[8]
- Kontrol Teknis
Departemen regulasi Internet membatasi ekspresi dan perilaku keliru dengan teknik seperti memblokir informasi negatif terhadap kestabilan sosial dan melaksanakan sistem nama sebenarnya melalui Internet.
- Agenda Kontrol
Membutuhkan komunikator untuk mengatur hubungan antara target informasi yang diharapkan dan target nyata, memandu arah informasi untuk mencapai harapan.
- Penyesuaian Struktur
Media tradisional yang berafiliasi ke pemerintah berusaha untuk mengembangkan Internet dengan sistem pengadministrasian yang relatif fleksibel guna meningkatkan kekuatan komunikasi arus utama media untuk bersaing dengan komunikasi sosial.
- Pelatihan
Regulator menyampaikan harapan lingkungan Internet kepada penduduk melalui pelatihan dan mendidik untuk mengintensifkan kesadaran masyarakat tentang norma-norma perilaku.
Uni Eropa
[sunting | sunting sumber]Di kebanyakan negara anggota Uni Eropa, mereka telah menghapus regulasi kepemilikan media dan menggantinya dengan undang-undang persaingan. Undang-undang persaingan merupakan undang-undang yang dibuat oleh badan pemerintahan yang melindungi konsumen dari praktik bisnis predator dengan memastikan bahwa persaingan yang sehat ada dalam ekonomi pasar terbuka. Namun, undang-undang persaingan ini tidak bisa lepas dari masalah konvergensi dan konsentrasi media.[9]
Indonesia
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia regulasi diatur di dalam undang-undang dan beberapa kebijakan atau regulasi lainnya yang turut mengatur komunikasi di Indonesia, khususnya mengatur tentang media. Regulasi-regulasi tersebut adalah aturan-aturan dan kebijakan yang sangat penting bagi keteraturan dan keseimbangan hubungan media dengan pemerintah, masyarakat, industri media dan secara global media. Regulasi yang mengatur media tersebut adalah:
- UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mengatur tentang informasi publik
- UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang mengatur tentang pers di Indonesia yaitu perusahaan pers, dewan pers, kantor berita, waartawan, organisasi pers, pers nasional, pers asing, penyensoran, pembredelan, hak tolak, hak jawab, hak koreksi, kewajiban koreksi, kode etik jurnalistik.
- UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang mengatur penyiaran di Indonesia yaitu televisi, radio, siaran iklan (niaga dan layanan masyarakat), spektrum frekuensi radio, lembaga penyiaran, sistem penyiaran nasional, izin penyelenggaraan penyiaran.
- UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur tentang informasi elektronik, transaksi elektronik, dokumen elektronik, sistem elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, jaringan sistem elektronik, agen elektronik, tanda tangan elektronik.
- UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini turut dikategorikan dalam regulasi media terkait pengaturan usaha di bidang media dan komunikasi.
Regulasi tersebut juga diatur dalam peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan gubernur atau bahkan peraturan daerah. Dalam pelaksanaannya, setiap UU diawasi oleh badan regulasi atau regulator, yang berwenang untuk mengawasi dan menajaga agar Undang undang tersebut berjalan baik dan sesuai dengan ketentuan. Di Indonesia ada beberapa macam regulator seperti:
- Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)
- Dewan Pers
- Dewan Hak Cipta
- Komisi Penyiaran Indonesia
- Badan Standardisasi Transaksi Elektronik
- Komisi Informasi
- Lembaga Sensor Film
- Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Pandangan regulasi
[sunting | sunting sumber]Anthony Lowstedt dan Sulaiman Al-Wahid menyarankan bahwa otoritas perlu mengeluarkan undang-undang media beragam yang berpusat di anti-monopoli dan anti-oligopoli dengan legitimasi demokratis sejak outlet media penting bagi keamanan nasional dan stabilitas sosial. Peraturan global teknologi media baru adalah untuk memastikan keragaman budaya dalam konten media, dan memberikan ruang bebas bagi akses publik dan berbagai pendapat serta ide-ide tanpa sensor. Juga, peraturan tersebut melindungi independensi kepemilikan media dari dominasi perusahaan keuangan yang kuat, dan mempertahankan media dari hegemoni komersial dan politik.[10]
Banyak kritikus rezim regulasi dalam ekonomi pasar liberal berpendapat bahwa perusahaan media komersial melayani kepentingan komersial investor daripada melayani kepentingan publik. Profesor Robert Waterman McChesney juga berpendapat bahwa kaum elit kuat dalam bisnis media memiliki potensi untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan oleh pemerintah dan pengaruh proses pembuatan regulasi dalam rangka mendukung kepentingan komersial mereka. Dengan perluasan pasar media, hal ini menjadi semakin sulit bagi pemerintah untuk memeriksa tren seperti usaha bersama, direktur saling berkaitan, monopoli, dan konsentrasi kepemilikan. Jadi, penting untuk memperkenalkan sebuah rezim regulasi yang bisa memastikan keragaman, persaingan yang adil, kesempatan pertumbuhan yang sama, dan perlindungan kepentingan publik terlepas dari sifat sulit dipahami dari tujuan peraturan normatif tersebut.[11]
Di Tiongkok, fenomena tersebut belum pernah bisa dihilangkan bahwa film mendapatkan persetujuan dari Badan Pusat Sensor Film yang pada akhirnya dilarang karena ketidaksetujuan dari kader terkemuka tertentu. Penulis skenario Tiongkok Wang Xingdong mengklaim bahwa regulasi atas karya sastra dan seni harus mendasarkan pada aturan hukum tetapi bukan preferensi terhadap beberapa individu. Dalam bidang media, peraturan undang-undang relatif harus diperkenalkan sesegera mungkin dan diterapkan secara ketat untuk menghindari kasus bahwa beberapa pemimpin membingungkan hukum dengan kekuasaan mereka untuk mengontrol konten media.[12]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Penyensoran
- Federal Communications Commission
- Kebebasan pers
- UU ITE
- Manipulasi media
- Media massa
- Status penyiaran
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "What is media regulation?". Media Regulation. Leicester: University of Leicester. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-24. Diakses tanggal 29 November 2012.
- ^ Sjøvaag, H. (2014). "THE PRINCIPLES OF REGULATION AND THE ASSUMPTION OF MEDIA EFFECTS". Journal of Media Business Studies: 5–20.
- ^ Biagi, Shirley (2010). Media/Impact: An Introduction to Mass Media. Cengage Learning. hlm. 319. Diakses tanggal 22 April 2015.
- ^ a b "Medienorge". MiediaNorway. Diakses tanggal April 5, 2015.
- ^ Syvertsen, T. (2004). "Eierskapstilsynet – en studie av medieregulering i praksis [Ownership oversight: A study of media regulation in practice]".
- ^ Krumsvik, Arne (2011). "Medienes privilegier – en innføring i mediepolitikk [Media Privileges: An Introduction to Media Politics]".
- ^ 李, 永刚 (2009). 我们的防火墙. 桂林:广西师范大学出版社. hlm. 75.
- ^ 温, 云超 (April 2009). ""我们的意志是乐观的":中国另类传播的生机就在夹杀中". 新闻学研究: 261–264.
- ^ Harcourt, Alison; Picard, Robert. "POLICY, ECONOMIC, ANDBUSINESS CHALLENGES OFMEDIA OWNERSHIP REGULATION". academia.edu. Jönköping International Business School. Diakses tanggal 26 April 2015.
- ^ Löwstedt, Anthony; Al-Wahid, Sulaiman (2013). "Cultural diversity and the global regulation of new media technologies". International Journal of Media & Cultural Politics. 9: 195–200.
- ^ Rasul, Azmat; McDowell, Stephen D. (Spring 2012). "Consolidation in the Name of Regulation: The Pakistan Electronic Media Regulatory Authority (PEMRA) and the Concentration of Media Ownership in Pakistan". Global Media Journal. 12 (20).
- ^ "王兴东建议:加快立法根治电影审查"以言代法"". 新华网. 2 March 2015.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Diarsipkan 2010-12-26 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999
- (Indonesia) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Diarsipkan 2016-01-14 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Diarsipkan 2015-10-09 di Wayback Machine.