Lompat ke isi

Makanan olahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mi instan ramen.
Makanan ringan, termasuk keripik kentang.

Makanan olahan atau Makanan olahan tersier, adalah makanan siap saji yang komersial (sering melalui pemrosesan) untuk mengoptimalkan kemudahan konsumsi. Makanan jenis ini biasanya siap dimakan tanpa persiapan lebih lanjut. Mungkin juga mudah dibawa-bawa, memiliki masa sebelum kedaluwarsa yang panjang, atau kombinasi dari beberapa keunggulan tersebut. Meskipun makanan restoran memenuhi definisi sebagai makanan olahan, istilah ini jarang diterapkan pada restoran. Makanan olahan bervariasi mulai dari makanan kering siap santap, makanan beku hingga makanan ringan, dan disebutkan bahwa makanan olahan diciptakan supaya "tampak lebih menarik bagi pelanggan".[1]

Roti, keju, makanan asin dan makanan siap saji lainnya telah dijual selama ribuan tahun. Jenis lainnya dikembangkan dengan bantuan teknologi pangan. Jenis-jenis makanan olahan dapat bervariasi menurut negara dan wilayah geografis. Beberapa makanan olahan dikritik karena kekhawatiran mengenai kandungan gizi dan kemasannya dapat meningkatkan limbah padat di tempat pembuangan sampah. Berbagai metode digunakan untuk mengurangi aspek tidak sehat dari makanan yang diproduksi secara komersial dan memerangi obesitas pada anak.

Garam tambahan

[sunting | sunting sumber]

Salah satu alasan pembuat makanan olahan menambahkan sedemikian banyak garam pada produk makanan olahan adalah sebagai salah satu cara praktis agar tidak mengeluarkan banyak biaya dan membuat makanan menjadi lebih murah, serta yang awalnya tidak memiliki rasa menjadi olahan yang dapat dimakan. Alasan lainnya seperti pada produk olahan daging adalah untuk meningkatkan kadar air yang terikat dalam daging, sehingga bobot akhir daging dapat ditingkatkan dan dengan biaya yang lebih murah (kira-kira 20% kandungan air yang terikat). Pembuat makanan olahan menyediakan lebih sedikit daging namun tetap dapat memperoleh harga yang sama untuk satuan berat daging yang dijual. Kadang garam pada produk olahan yang dikonsumsi juga berpengaruh terhadap jumlah air yang dibutuhkan oleh tubuh. Semakin banyak garam yang dikonsumsi, semakin banyak juga cairan yang harus diminum.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Chow, Ching Kuang (2007-11-19). Fatty Acids in Foods and their Health Implications,Third Edition. hlm. 376. ISBN 9781420006902. Diakses tanggal 2013-07-10. 
  2. ^ Diamond, Jared (2017). The World Until Yesterday. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 533. ISBN 9786024241926.