Lompat ke isi

Wisarga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wisarga
Wignyan (Jawa); Bisah (Bali)
Aksara JawaAksara Bali
Letak penulisandi belakang aksara yang dilekatinya

Wisarga adalah sebuah kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti "menyalurkan; melepaskan". Dalam fonologi bahasa Sanskerta (siksha), wisarga (juga disebut visarjanīya oleh ahli tata bahasa) adalah nama dari bunyi [h], ditulis <h> dalam IAST, <H> Harvard-Kyoto, <ः> dalam Dewanagari. Wisarga adalah alofon dari /r/ dan /s/ pada akhir sebuah ucapan.

Dalam aksara Bali, tanda wisarga ‹ः› disebut bisah, dan dalam aksara Jawa disebut wignyan. Dalam aksara Bali, ia dianggap sebagai salah satu pangangge tengenan yang melambangkan bunyi /ɦ/ atau /h/.

Bisah (wisarga) dalam aksara Bali

[sunting | sunting sumber]

Bisah memberi efek agar suatu aksara wianjana mendapat desahan dari pengucapan huruf "H". Contohnya, kata "mara" bila dilekati oleh bisah maka menjadi "marah"; kata "basa" bila dilekati oleh bisah maka menjadi "basah"; kata "pisa" bila dilekati oleh bisah maka menjadi "pisah"; dll. Aturan ini dianjurkan agar tidak perlu memberi adeg-adeg pada aksara Ha.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Di akhir kata

[sunting | sunting sumber]

Bisah digunakan pada kata-kata yang mengandung bunyi /h/ pada akhir kata. Maka dari itu, ia ditulis pada akhir kata, tepatnya pada suku kata terakhir. Contoh kata yang mengandung bunyi /h/ pada suku kata terakhir, yaitu: "basah", "pisah", "asah", "desah", dll. Meskipun huruf Ha yang dilekati oleh adeg-adeg dapat dipakai untuk melambangkan bunyi /h/, penggunaan tanda bisah sangat dianjurkan, karena aturan penulisannya memang demikian.

Aksara Bali Ejaan dengan huruf Latin Keterangan
desah
desah
de - sa - h Penulisan kata "desah" yang benar dalam aksara Bali. Suku kata terakhir mendapat tanda bisah agar dibaca dengan desahan /h/.
desah
desah
de - sa - h Penulisan kata "desah" yang salah dalam aksara Bali. Huruf Ha tidak perlu dibubuhi dengan tanda adeg-adeg agar kata tersebut dibaca dengan desahan /h/. Dianjurkan menggunakan tanda bisah.

Bisah tidak boleh digunakan apabila hembusan /h/ terletak di tengah kata dan tidak diikuti oleh huruf konsonan. Sebagai gantinya digunakan huruf Ha untuk menggantikan bisah. Contohnya (dalam bahasa Bali) kata: "cihna", "jihwa", "Brahma", dan sebagainya. Namun ada pengecualian untuk kata duhka (bahasa Bali), yang berasal dari kata dur dan kha.

Suku kata yang sama

[sunting | sunting sumber]

Bisah patut digunakan apabila ada suatu kata yang terdiri dari suku kata yang sama, dan suku kata tersebut mengandung bunyi /h/ yang tidak diikuti vokal /a/. Apabila kata tersebut diluluhkan menjadi kata kerja (bahasa Bali: kapolahang), tetap memakai bisah, meski suku katanya berubah karena peluluhan tersebut. Contoh (dalam bahasa Bali) kata: "cahcah" (jika diluluhkan menjadi "nyahcah"), "kohkoh" (jika diluluhkan menjadi "ngohkoh"), dan sebagainya. Huruf H (yang digarisbawahi) pada kata tersebut wajib diganti dengan bisah apabila disalin ke dalam aksara Bali.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha.