Perang Budak Ketiga

pemberontakan budak besar terhadap Republik Romawi (73-71 SM)

Perang Budak Ketiga, disebut juga Perang Gladiator dan Perang Spartacus oleh Plutarkhos, merupakan pemberontakan budak melawan Republik Romawi yang terjadi pada tahun 73-71 SM. Perang ini merupakan pemberontakan budak terakhir di Romawi, setelah sebelumnya terjadi beberapa kali pemberontakan budak, secara keseluruhan dikenal sebagai Perang Budak Romawi, yang tak berkaitan. Perang Budak Ketiga, seperti semua pemberontakan budak yang terjadi sebelumnya, berakhir dengan kegagalan.

Perang Budak ketiga
Bagian dari the Perang Budak Romawi

Kematian Spartacus karya Hermann Vogel
Tanggal7371 SM
LokasiItalia
Hasil Kemenangan telak Romawi
Pihak terlibat
Pasukan budak pemberontak Republik Romawi
Tokoh dan pemimpin
Spartacus
Crixus
Oenomaus
Castus†
Gannicus†
Gaius Claudius Glaber
Publius Varinius
Gnaeus Cornelius Lentulus Clodianus
Lucius Gellius Publicola
Gaius Cassius Longinus
Gnaeus Manlius
Marcus Licinius Crassus
Gnaeus Pompeius Magnus
Marcus Terentius Varro Lucullus
Lucius Quinctius
Gnaeus Tremellius Scrofa
Kekuatan
120,000 budak pelarian dan gladiator, termasuk nonpetarung; jumlah total petarung tak diketahui. 3,000+ milisi
8 legiun Romawi (40,000–50,000 tentara)
12,000+ pasukan lainnya
Korban
Hampir semua terbunuh dalam pertempuran atau disalib Tidak jelas namun besar
(50, 1,000, atau 4,000 mati akibat desimasi)

Perang Budak Ketiga merupakan satu-satunya pemberontakan budak yang secara langsung mengancam wilayah inti Romawi di Italia dan sangat membuat rakyat Romawi ketakutan akibat gerombolan budak pemberontak, yang dengan cepat bertambah banyak, berulang kali memperoleh kemenangan atas pasukan Romawi antara tahun 73 dan 71 SM. Pemberontakan pada akhirnya berhasil dihentikan melalui upaya militer terkonsentrasi di bawah satu komandan, yaitu Marcus Licinius Crassus, meskipun pemberontakan ini tetap memberikan pengaruh tak langsung terhadap politik Romawi bertahun-tahun setelahnya.

Antara tahun 73 dan 71 SM segerombolan budak pelarian-awalnya berupa kelompok kecil yang terdiri atas 78[1] gladiator pelarian yang kemudian berkembang menjadi lebih dari 120,000[2] pria, wanita, dan anak-anak—berkeliaran di seluruh Italia dan banyak melakukan penjarahan di sana dengan relatif sukes di bawah kepemimpinan beberapa orang, termasuk jenderal gladiator yang terkenal Spartacus. Para petarung dalam gerombolan ini secara mengejutkan menjadi pasukan bersenjata yang efektif dan berulang kali mampu bertahan menghadapi militer Romawi, mulai dari patroli Campania setempat, milisi Romawi, hingga legiun Romawi terlatih di bawah komando konsul. Plutarkhos menggambarkan tindakan para budak sebagai upaya budak Romawi untuk kabur dari tuan mereka dan melarikan di melalui Galia Cisalpina, sedangkan Appianos dan Florus menggambarkan pemberontakan ini sebagai persang saudara yang mana para budak melancarkan kampanye untuk menaklukan kota Roma.

Keberhasilan militer gerombolan ini yang berkelanjutan serta penjarahan yang mereka lakukan terhadap kota-kota dan daerah pedesaan Romawi membuat Senat Romawi semakin lama semakin waspada dan pada akhirnya Romawi mengerahkan pasukan sebanyak delapan legiun di bawah pimpinan Marcus Licinius Crassus yang keras namun efektif. Perang berakhir pada tahun 71 SM ketika pasukan Spartacus, setelah menjalani pertempuran yang panjang dan keras, terus mundur ketika legiun Crassus mendekat. Setelah menyadari bahwa legiun Gnaeus Pompeius Magnus dan Marcus Terentius Varro Lucullus sedang bergerak untuk mengurung mereka, gerombolan budak akhirnya melancarkan serangan penuh terhadap legiun Crassus dan secara telak dikalahkan.

Perang Budak Ketiga menjadi signifikan dalam sejarah Romawi kuno secara lebih luas dalam pengaruhnya terhadap karier Pompeius dan Crassus. Dua jenderal ini memanfaatkan keberhasilan mereka dalam memadamkan pemberontakan untuk meningkatkan karier politik mereka, menggunakan dukungan rakyat dan ancaman tersirat legiun mereka untuk mempengaruhi pemilihan konsul pada tahun 70 SM demi kepentingan mereka. Tindakan mereka sebagai Konsul kelak sangat berpengaruh dalam subversi lembaga politik Romawi dan pada akhirnya ikut berperan dalam peralihan Republik Romawi menjadi Kekaisaran Romawi.

Latar Belakang

sunting

Sepanjang sejarah Romawi, keberadaan sejumlah tenaga kerja murah dalam bentuk budak menjadi faktor penting dalam ekonomi. Budak diperoleh untuk tenaga kerja Romawi melalui berbagai cara, termasuk membeli dari pedagang asing dan memperbudak penduduk asing melalui penaklukan militer.[3] Dengan banyaknya keterlibatan Romawi dalam perang penaklukan pada abad kedua dan pertama SM, puluhan ribu, atau bahkan mungkin hingga ratusan ribu, budak dimasukkan ke dalam ekonomi Romawi dari berbagai penaklukan di Eropa dan Mediterania.[4][5][a] Meskipun ada budak yang digunakan sebagai pelayan, perajin, dan pengawal pribadi, sebagian besar budak bekerja di pertambangan dan lahan pertanian di Sisilia dan Italia selatan.[6]

Untuk waktu yang lama, budak diperlakukan dengan buruk dan keras pada periode Republik Romawi. Di bawah hukum republik, budak bukanlah manusia, melainkan barang. Pemilik budak berhak memukul, melukai atau bahkan membunuh budaknya sendiri tanpa ancaman hukum apapun. Meskipun ada banyak jenis dan tingkatan budak, jenis budak yang paling rendah, sekaligus yang paling banyak, adalah yang bekerja di ladang dan tambang, dan mereka mengalami kehidupan yang keras karena harus terus-menerus bekerja berat.[7]

Perlakukan dan penindasan terhadap para budak tersebut mengakibakan terjadinya pemberontakan. Pada tahun 135 SM dan 104 SM, Perang Budak Pertama dan Kedua, secara berturut-turut, terjadi di Sisilia ketika sekumpulan kecil pemberontak berhasil mengajak puluhan ribu pengikut untuk melepaskan diri dari kehidupan tertindas sebagai budak Romawi. Meskipun peristiwa ini dianggap sebagai gangguan sipil oleh Senat Romawi, karena butuh waktu bertahun-tahun dan campur tangan langsung dari militer Romawi untuk memadamkannya, tetapi pemberontakan tersebut tak pernah dianggap sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan Republik. Wilayah inti Romawi di Italia tidak pernah diguncang pemberontakan budak, dan para budak tak pernah dianggap sebagai ancaman potensial bagi kota Roma. Namun semua ini berubah dengan terjadinya Perang Budak Ketiga.[8]

Awal konflik

sunting

Pemberontakan Capua

sunting
 
Seorang gladiator retiarius menusuk seorang secutor dengan trisulanya. Mosaik dari vila di Nennig, Jerman, sek. abad ke-3 hingga 2 SM.

Di Republik Romawi pada abad pertama SM, pertandingan gladiator merupakan salah satu bentuk hiburan yang amat populer. Supaya dapat menyediakan gladiator untuk pertandingan, beberapa sekolah pelatihan, atau ludus, didirikan di seluruh Italia.[9] Di sekolah ini, tawanan perang dan terdakwa kejahatan, yang dianggap budak, dilatih untuk memiliki kemampuan bertarung hingga mati dalam pertandingan gladiator.[10] Pada tahun 73 SM, suatu kelompok berjumlah 200 gladiator di sekolah di Capua yang dimiliki oleh Lentulus Batiatus menyusun rencana untuk kabur. Ketika ada yang membocorkan rencana mereka, satu kelompok berjumlah 70 orang mengambil peralatan dapur ("pisau dan tusukan"), berjuang melarikan dari dari sekolah itu, dan merebut beberapa gerobak berisi senjata dan zirah gladiator.[11][12][13][14][b]

Setelah berhasil kabur, para gladiator pelarian itu memilih pemimpin di antara mereka. Mereka memutuskan untuk memilih tiga orang pemimpin, yaitu dua orang budak Galia—Crixus dan Oenomaus—serta Spartacus, yang disebutkan sebagai auxilia Thrakia dalam legiun Romawi yang kemudian dijadikan budak, atau tawanan yang ditangkap oleh legiun.[12][15][c] Tidak diketahui secara pasti mengenai kebangsaan Spartacus, tetapi, karena Thraex merupakan jenis gladiator di Romawi, jadi julukan "Thrakia" mungkin hanya merujuk kepada gaya bertarung gladiator yang mana dia dilatih.[16]

Para budak pelarian ini mampu mengalahkan pasukan kecil yang dikirim untuk mengejar mereka dari Capua. Mereka melengkapi diri dengan perlengkapan militer yang mereka rampas serta dengan senjata gladiator.[17] Sumber-sumber kuno saling bertentangan mengenai urutan peristiwa yang terjadi setelah para budak melarikan diri, tetapi umumnya sumber-sumber itu menunjukkan hal yang sama bahwa gerombolan gladiator pelarian ini menjarah daerah di sekitar Capua, merekrut banyak budak lainnya ke dalam kelompok mereka, dan akhirnya mundur ke daerah yang lebih mudah dipertahankan di Gunung Vesuvius[12][14][d]

Kekalahan pasukan praetor

sunting
 
Pergerakan awal pasukan Romawi dan budak mulai dari pemberontakan Capua hingga musim dingin tahun 73–72 SM.

Seiring semakin banyak terjadi penjarahan di Campania—yang merupakan daerah liburan bagi orang kaya dan berpengaruh di Romawi, dan merupakan tempat bagi banyak lahan orang kaya-pemberontakan dengan cepat menarik perhatian otoritas Romawi. Mereka awalnya menganggap pemberontakan ini lebih sebagai gelombang kejahatan besar alih-alih pemberontakan bersenjata.[12]

Meskipun demikian, pada tahun itu juga, Romawi mengerahkan pasukan militer di bawah otoritas praetor untuk menghentikan pemberontakan.[e] Seorang praetor Romawi, Gaius Claudius Glaber, mengumpulkan pasukan berjumlah 3.000 orang, tetapi mereka bukanlah legiun, melainkan milisi yang "dipilih secara terburu-buru dan acak, karena Romawi belum menganggap ini sebagai perang, melainkan hanya penjarahan, sesuatu seperti serangan perampokan."[12] Pasukan Glaber mengepung para budak di Gunung Vesuvius, menghalangi satu-satunya jalan keluar dari gunung. Dengan para budak yang terkurung, Glaber merasa puas dan memutuskan untuk menunggu hingga kelaparan memaksa para budak menyerah.[21]

Meskipun para budak kurang terlatih secara militer, pasukan Spartacus menampikan kecerdasan mereka dalam memanfaatkan benda yang tersedia di sekitar mereka, serta dalam menggunakan siasat yang cerdik dan tak lazaim dalam menghadapi pasukan Romawi yang disiplin.[22][23] Menanggapi kepungan Glaber, anak buah Spartacus membuat tali dan tangga dari tanaman menjalar dan pepohonan yang tumbuh di lereng Vesuvius lalu menggunakannya untuk menuruni gunung di sisi lain di seberang pasukan Glaber. Mereka memutari kaki Gunung Vesuvius, mengepung pasukan Romawi, dan membinasakan para tentara Glaber.[12][18][19][24]

Ekespedisi kedua, di bawah praetor praetor Publius Varinius, kemudian dikerahkan untuk melawan Spartacus. Karena alasan tertentu, Varinius tampaknya membagi pasukannya di bawah komando bawahannya Furius dan Cossinius. Plutarkhos menyebutkan bahwa Furius memimpin 2.000 orang, tetapi jumlah tentara pada pasukaan lainnya, serta apakah ekspedisi ini terdiri atas milisi atau legiun, tidak diketahui. Pada akhirnya ekspedisi berakhir dengan kegagalan bagi Romawi; kedua pasukan dikalahkan oleh para budak pelarian, sementara Cossinius terbunuh, Varinius nyaris tertangkap, dan perlengkapan pasukan dirampas oleh para budak.[12][20][25][26]

Dengan semua keberhasilan ini, semakin lama semakin banyak budak yang masuk ke dalam pasukan Spartacus, serta ditambah dengan "banyak pengiring ternak dan gembala di daerah itu." Akibatnya jumlah gerombolan pemberontak bertambah hingga menjadi kira-kira 70.000 orang.[12][27] Para budak pemberontak menghabiskan musim dingin tahun 73-72 SM dengan berlatih, mempersenjatai dan melengkapi orang-orang baru mereka, serta memperluas wilayah penjarah hingga meliputi kota Nola, Nuceria, Thurii dan Metapontum[14]

Kemenangan para budak pemberontak tidak dicapai tanpa kerugian. Pada suatu waktu dalam masa ini, salah satu pemimpin mereka, yaitu Oenomaus, hilang, diduga tewas, dan tak disebutkan lagi dalam catatan sejarah pemberontakan.[28][29]

Kekalahan pasukan konsul

sunting
 
Peristiwa-peristiwa pada tahun 72 SM, berdasarkan versi Appianos.

Pada musim tahun 72 SM, para budak pelarian meninggalkan perkemahan musim dingin mereka dan mulai bergerak ke arah utara menuju Galia Cisalpina. Sementara itu, Senat, yang menjadi waspada karena jumlah para pemberontak dan kekalahan pasukan praetor Glaber dan Varinius, mengerahkan legiun yang dipimpin sepasang konsul, Lucius Gellius Publicola dan Gnaeus Cornelius Lentulus Clodianus[26][30][31] Pada awalnya, pasukan konsul memperoleh kesukesan. Gellius bertempur melawan kelompok yang terdiri atas sekitar 30.000 budak, di bawah komando Crixus, di dekat Gunung Garganus, dan membunuh dua pertiga pemberontak, termasuk Crixus sendiri.[32][33][34]

Pada titik ini dalam sejarah, ada perbedaan dalam sumber-sumber kuno mengenai jalannya peristiwa, yang tidak dapat dirukunkan hingga masuknya Marcus Licinius Crassus dalam perang. Sejarah yang paling komprehensif mengenai perang ini, ditulis oleh Appianos dan Plutarkhos, menuturkan peristiwa yang sangat berbeda. Akan tetapi, kedua catatan tersebut tidak bertentangan secara langsung, tetapi hanya melaporkan peristiwa yang berbeda, mengabaikan beberapa kejadian dalam naskah lainnya, dan menuturkan peristiwa yang hanya ada dalam laporan yang bersangkutan.[21]

Sejarah Appianos

sunting

Menurut Appianos, pertempuran antara legiun Gellius dengan pasukan Crixus di dekat Gunung Garganus merupakan awal dari serangkaan manuver militer yang panjang dan rumit yang nyaris mengakibatkan terjadinya serangan langsung pasukan Spartacus terhadap kota Roma.[35]

Setelah kemenangan atas Crixus, Gellius bergerak ke utara, mengejar kelompok utama budak di bawah Spartacus, yang sedang menuju Galia Cisalpina. Pasukan Lentulus dikerahkan untuk memotong jalan Spartacus, dan para konsul berharap untuk mengepung para budak pemberontak di antara mereka. Pasukan Spartacus akhirnya berhadapan dengan legiun Lentulus, mengalahkannya, berbalik arah, lalu menghancurkan pasukan Gellius, memaksa legiun Romawi mundur secara acak-acakan.[32]

Appianos mengklaim bahwa Spartacus menghukum mati 300 prajurit Romawi yang tertangkap untuk membalas kematian Crixus. Dia memaksa mereka saling bertarung satu sama lain hingga mati, seperti gladiator.[9][14][35][36][f] Menyusul kemenangan ini, Spartacus bergerak lebih jauh ke utara bersama para pengikutnya, yang sudah mencapai kira-kira 120.000 orang. Dia berusaha memacu pasukannya untuk bergerak secepat mungkin. Diceritakan bahwa dia "membakar semua barang yang tak diperlukan, membunuh semua tawanan, dan menyembelih semua hewan pikul dengan tujuan mempercepat pergerakannya."[32]

Pasukan konsul yang kalah mundur kembali ke Roma untuk berkumpul kembali sementara para pengikut Spartacus bergerak semakin jauh ke utara. Para konsul lalu berhadapan lagi dengan Spartacus di suatu tempat di daerah Picenum, dan lagi-lagi mereka dikalahkan.[32]

Appianos mengklaim bahwa pada titik ini Spartacus mengubah tujuannya berarak menuju Roma. Ini menyiratkan bahwa ini merupakan tujuan Spartacus menyusul konfrontasi di Picenum,[14][35][g]—karena "dia merasa bahwa dirinya belum siap untuk pertempuran semacam itu, karena keseluruhan pasukannya belum dipersenjatai secara layak, karena tidak ada kota yang bergabung dengannya, melainkan hanya budak, pembelot, dan rakyat jelata", serta memutuskan untuk sekali lagi mundur ke Italia selatan. Mereka merebut kota Thurii dan daerah di sekitarnya, mempersenjatai diri mereka, menjarah wilayah di sekitarnya, melakukan kontak dengan para pedagang dan menukarkan hasil jarahan dengan besi dan perunggu (untuk dibentuk menjadi senjata), dan beberapa kali bentrok dengan pasukan Romawi, yang selalu dapat mereka kalahkan.[32]

Sejarah Plutarkhos

sunting
 
Peristiwa tahun 72 SM, berdasarkan sejarah versi Plutarkhos, yang cukup berbeda dari versi Appianos.

Menurut Plutarkhos, setelah pertempuran antara legiun Gellius dan para pengikut Crixus (yang Plutarkhos gambarkan sebagai "orang Jerman"[37]) di dekat Gunung Garganus, pasukan Spartacus bertempur melawan legiun yang dikomandoi oleh Lentulus, mengalahkan mereka, merampas perbekalan dan perlengkapan mereka, lalu langsung bergerak menuju Italia selatan. Setelah kekalahan ini, kedua konsul dilepaskan dari komando atas pasukan mereka oleh Senat Romawi dan dipanggil ke Roma.[38] Plutarkhos sama sekali tidak menyebutkan bahwa Spartacus bertempur melawan legiun Gellius, juga tidak menyebutkan bahwa Spartacus menghadapi legiun gabungan konsul di Picenum.[37]

Plutarkhos lalu menjabarkan rincian konflik yang tak disebutkan dalam sejarah Appianos. Menurut Plutarkhos, pasukan Spartacus melanjutkan pergerakan ke utara ke daerah di sekitar Mutina (Modena modern). Di sana, pasukan Romawi yang berjumlah sekitar 10.000 tentara, dipimpin oleh gubernur Galia Cisalpina, yaitu Gaius Cassius Longinus, berusaha memotong pergerakan Spartacus namun dikalahkan.[33][39][40][h]

Plutarkhos tak menuturkan peristiwa lainnya hingga konfrontasi awal antara Marcus Licinius Crassus dengan Spartacus pada musim semi tahun 71 SM. Dia juga tak menyebutkan pergerakan menuju Roma atau gerakan mundur ke Thurii yang dicatat oleh Appianos.[38] Akan tetapi, Plutarkhos menuturkan bahwa Crassus memaksa para pengikut Spartacus mundur ke selatan dari Picenum, yang mengindikasikan bahwa para budak pemberontak mendekati Picenum dari selatan pada awal tahun 71 SM, menyiratkan bahwa mereka mundur dari Mutina ke Italia selatan atau tengah untuk menjalani musim dingin tahun 72–71 SM.[21]

Tidak diketahui mengapa mereka melakukan tindakan tersebut dan tidak memilih untuk meneruskan perjalanan dan melarian diri melewati Alpen, yang menurut Plutarkhos merupakan tujuan Spartacus.[41]

Keterlibatan Crassus

sunting
 
Persitiwa pada awal tahun 71 SM. Marcus Licinius Crassus mengambil alih komando atas legiun Romawi, menyerang Spartacus, dan memaksa para budak pemberontak untuk mundur melalui Lucania ke selat di dekat Messina. Plutarkhos mengklaim bahwa ini terjadi di daerah Picenum, sedangkan Appianos menyebutkan bahwa pertempuran awal antara Crassus dan Spartacus terjadi di daerah Samnium.
 
Ilustrasi yang menggambarkan Spartacus memimpin pasukan budak menghadapi pasukan Romawi

Meskipun ada pertentangan pada sumber-sumber kuno mengenai peristiwa pada tahun 72 SM, tampaknya ada kesepakatan umum bahwa Spartacus dan para pengikutnya berada di Italia selatan pada awal tahun 71 SM.[8]

Crassus memimpin legiun

sunting

Senat, kini waspada terhadap pemberontakan yang terjadi di Italia yang tampaknya tak dapat dihentikan, memberikan tugas untuk memadamkan pemberontakan kepada Marcus Licinius Crassus[38] Crassus bukanlah orang awam dalam politik atau komando militer Romawi, karena dia sudah pernah menjadi komandan lapangan di bawah Lucius Cornelius Sulla selama perang saudara kedua antara Sulla dan faksi Marius pada tahun 82 SM, dan telah bertugas di bawah Sulla selama masa kediktatorannya yang berlangsung kemudian.[42][43][i]

Crassus diberikan jabatan praetor, dan mengumpulkan enam legiun tambahan untuk mendukung dua legiun yang sebelumnya dipimpin oleh konsul Gellius dan Lentulus. Ini membuatnya memiliki pasukan berjumlah 40,000–50,000 tentara Romawi terlatih.[44][45][j] Crassus memperlakukan legiunnya dengan kedisiplinan yang keras, bahkan brutal. Dia menerapkan hukuman desimasi satuan dalam pasukannya. Appianos tidak jelas mengenai apakah dia mendesimasi dua legiun konsul karena kepengecutan mereka ketika dia ditunjuk menjadi komandan mereka, ataukan dia mendesimasi seluruh pasukan akibat kekalahan yang terjadi kemudian (suatu peristiwa yang mana hingga 4.000 legiuner dihukum mati).[44]

Plutarkhos hanya menyebutkan desimasi 50 legiuner dalam satu cohort sebagai hukuman atas kekalahan Mummius dalam konfrontasi pertama antara Crassus dan Spartacus.[46] Terlepas dari apa yang sebenarnya terjadi, perlakukan Crassus terhadap legiunnya membuktikan bahwa "dia lebih berbahaya bagi mereka daripada musuh," dan membuat para tentaranya lebih takut kepadanya daripada kepada Spartacus. Ini memacu mereka untuk berjuang sekeras mungkin untuk meraih kemenangan supaya tidak membuat komandan mereka marah.[44]

Crassus dan Spartacus

sunting

Dengan pasukan Spartacus sekali lagi bergerak ke arah utara, Crassus mengerahkan enam legiunnya ke perbatasn daerah itu (Plutarkhos mengklaim bahwa pertempuran awal antara legiun Crassus dan para pengikut Spartacus terjadi di dekat daerah Picenum,[38] sedangkan Appianos mengklaim bahwa itu terjadi di dekat daerah Samnium[47]), dan mengirimkan dua legiunnya di bawah pimpinan legatusnya, Mummius, untuk bermanuver di belakang Spartacus, tetapi Crassus melarang mereka berhadapan langsung dengan para pemberontak. Ketika ada suatu kesempatan, Mummius mengabaikan perintahnya dan menyerang pasukan Spartacus. Dia akhirnya dikalahkan.[46] Meskipun mengalami kekalahan awal, Crassus kemudian bertempur melawan Spartacus dan berhasil mengalahkannya, dalam prosesnnya pasukannya membunuh sekitar 6.000 pemberontak.[47]

Keadaan perang tampak mulai berubah. Legiun Crassus mempeoleh kemenangan dalam beberapa bentrokan, membunuh ribuan budak pemberontak, dan memaksa Spartacus untuk mundur ke selatan melalui Lucania ke selat di dekat Messina. Menurut Plutarkhos, Spartacus melakukan kesepakatan dengan bajak laut Kilikia untuk mengangkutnya beserta sekitar 2.000 anak buahnya ke Sisilia, dan di sana dia berniiat memicu pemberontakan budak untuk mengumpulkan lebih banyak pasukan. Akan tetapi, dia dikhianati oleh bajak laut itu, yang mengambil uangnya dan mengabaikan para budak pemberontak.[46] Sumber-sumber minor menyebutkan bahwa ada sejumlah usaha untuk membuat rakit dan perahu oleh para pemberontak secara cara untuk melarikan diri, tetapi Crassus melakukan bebagai tindakan untuk mencegah para pemberontak menyeberang ke Sisilia, sehingga usaha mereka akhirnya gagal.[48][49]

Pasukan Spartacus kemudian mundur ke arah Rhegium. Legiun Crassus mengejar mereka dan berhasil membangun perbentangan melintasi tanah genting di Rhegium, meskipun beberapa kali mendapat serangan dari para budak pemberontak. Para pemberontak kini berada dalam pengepungan dan tak dapat lagi memperoleh pasokan pangan.[50]

Akhir perang

sunting
 
Peristiwa-peristiwa pada akhir perang pada tahun 71 SM, ketika pasukan Spartacus menembus pengepungan legiun Crassus dan mundur ke arah pegunungan di dekat Petelia. Ditunjukkan bentrokan awal antara pasukan dari kedua belah pihak, berputar baliknya pasukan Spartacus untuk konfrontasi terakhir, serta legiun Pompeius yang sedang bergerak dari utara untuk kemudian menangkap para pemberontak yang bertahan hidup.

Pada saat ini, legiun Pompeius sedang kembali ke Italia setelah memadamkan pemberontakan Quintus Sertorius di Hispania. Sumber-sumber kuno berbeda pendapat mengenai apakah Crassus meminta pasukan tambahan, atau pakah Senat hanya memanfaatkan kembalinya Pompeius ke Italia, tetapi yang pasti Pompeius diperintahkan untuk melewati Roma dan langsung bergerak ke selatan untuk membantu Crassus.[47][51] Senat juga mengirim pasukan tambahan di bawah komando "Lucullus", yang secara keliru disebutkan oleh Appianos sebagai Lucius Licinius Lucullus, komandan pasukan yang terlibat dalam Perang Mithridates Ketiga pada masa itu, tetapi tampaknya "Lucullus" yang dimaksud adalah prokonsul Makedonia, Marcus Terentius Varro Lucullus, adik dari Lucullus yang pertama.[51][52][53] Dengan legiun Rompeius yang berarak menuju selatan, dan pasukan Lucullus berlabuh di Brundisium, Crassus menyadari bahwa jika dia tidak menghentikan pemberontakan budak dengan cepat, maka kredit untuk perang akan didapat oleh jenderal yang tiba dengan pasukan bantuan. Oleh karena itu dia memacu legiunnya untuk menyelesaikan konflik dengan cepat.[51][53]

Mengetahui kedatangan Pompeius, Spartacus mencoba bernegosiasi dengan Crassus untuk menyelesaikan konflik sebelum tiba bala bantuan Romawi.[53] Ketika Crassus menolak, sebagian pasukan Spartacus menerobos pengepungan Crassus dan melarikan diri menuju pegunungan di sebelah barat Petelia (Strongoli modern) di Bruttium, sambil dikejar oleh legiun Crassus.[53][54][k] Legiun berhasil menangkap sebagian pemberontak, yang diipimpin oleh Gannicus dan Castus, yang terpisah dari pasukan utama. Dalam prosesnya, pasukan Romawi membunuh 12.300 pemberontak.[55][56][l]

Meskipun demikian legiun Crassus juga menderita kerugian. Pasukan Romawi di bawah komando seorang perwira kavaleri bernama Lucius Quinctius dan quaestor Gnaeus Tremellius Scrofa dipukul mundur oleh sejumlah budak pelarian yang berbalik untuk melawan mereka[57][58] Namun, para budak pemberontak bukanlah pasukan profesional, dan sudah tak kuat lagi. Mereka tak mau lagi melarikan diri. Akhirnya sekelompok pemberontak memisahkan diri dari pasukan utama dan secara langsung menyerang legiun Crassus yang sedang mendekat.[59]

Dengan kedisiplinan pasukannya yang runtuh, Spartacus memutar balik pasukannya dan mengerahkan semua pengikutnya yang tersisa untuk menghadapi legiun yang sedang mendekat. Dalam perlawanan terakhir ini, yang disebut Pertempuran Sungai Siler, pasukan Spartacus akhirnya dikalahkan, dan sebagian besar pemberontak terbunuh di medan tempur.[53][60][61][m] Spartacus juga terbunuh dalam peristiwa itu tetapi jasadnya tak pernah ditemukan.[14][53][59]

Akibat

sunting
 
Ilustrasi mengenai kematian Spartacus.

Pemberontakan dalam Perang Budak Ketiga akhirnya berhasil dihentikan oleh Crassus. Sementara itu, meskipun Pompeius tidak secara langsung berhadapan melawan pasukan Spartacus ketika itu, tetapi legiunnya yang bergerak dari utara berhasil menangkap 5.000 pemberontak yang melarikan diri dari pertempuran. Pompeius kemudian membunuh semua pemberontak itu.[62][63][64] Setelah melakukan ini, Pompeius mengirim utusan ke Senat. Dia menyampaikan bahwa meskipun Crassus jelas telah mengalahkan para budak dalam pertempuran terbuka, tetapi dialah yang mengakhiri perang. Dengan demikian Pompeius telah mengklaim sebagian besar kredit atas kerja Crassus. Ini membuat Crassus amat membenci Pompeius.[65]

Meskipun sebagian besar budak pemberontak terbunuh di medan perang, sekitar 6.000 pemberontak yang berhasil selamat ditangkap oleh legiun Crassus. Kesemua 6.000 orang itu kemudian disalibkan di sepanjang Jalan Appia dari Roma ke Capua.[66]

Pompeius dan Crassus memperoleh banyak keuntungan politik karena berhasil memadamkan pemberontakan. Baik Crassus maupun Pompeius kembali ke Roma bersama legiun masing-masing dan menolak untuk membubarkannya, mereka lebih memilih untuk berkemah di dekat Roma.[12] Keduanya lalu mencalonkan diri sebagai konsul pada tahun 70 SM, meskipun Pompeius sebenarnya tidak layak menjabat karena masih muda dan belum pernah menjadi praetor atau quaestor.[67] Meskipun demikian, keduanya tetap terpilih sebagai konsul untuk tahun 70 SM,[67][68] sebagian karena ancaman tersirat dari legiun mereka yang bersenjata dan sedang berkemah di dekat Roma.[69][70]

Pengaruh Perang Budak Ketiga terhadap perilaku Romawi terhadap perbudakan, dan terhadap institusi perbudakan di Romawi, sulit diketahui. Jelas bahwa pemberontakan itu telah mengguncang rakyat Romawi, yang "karena merasa ketakutan tampaknya mulai memperlakukan budak mereka tak sekasar sebelumnya."[71] Para pemilik latifundium yang kaya mulai mengurangi jumlah budak di lahan-lahan pertanian dan mulai mempekerjakan lebih banyak mantan budak dengan kesepakatan bagi hasil.[72] Dengan berakhirnya Perang Galia Julius Caesar pada tahun 52 SM, perang penaklukan besar Romawi berhenti hingga masa pemerintahan kaisar Trajanus (berkuasa 98–117 M). Berhentinya penaklukan mengakibatkan terhentinya pula pasukan budak yang murah dalam jumlah besar. Masa perdamaian ini lebih jauh lagi meningkatkan pemanfaatan mantan budak sebagai buruh di lahan-lahan pertanian.[73]

Status hukum dan hak budak di Romawi juga mulai berubah. Pada masa kaisar Claudius (berkuasa 41–54 M), seuatu konstitusi diberlakukan yang menyatakan bahwa membunuh budak yang tua atau lemah merupakan suatu tindakan kejahatan, dan juga menyatakan bahwa jika budak semacam itu diabaikan oleh pemiliknya, maka mereka menjadi merdeka.[74] Di bawah kekuasaan kaisar Antoninus Pius (berkuasa 138–161 M), hukum mengenai hak budak semakin diperluas. Dengan hukum ini, pemerintah harus menahan pemilik budak yang membunuh budaknya, menjual paksa budak yang dianiaya oleh pemiliknya, dan menyediakan (secara teoretis) pihak ketiga yang netral bagi para budak untuk mengajukan keluhan.[75][76][n] Meskipun perubahan-perubahan hukum ini terjadi terlalu lama untuk dipengaruhi secara langsung oleh Perang Budak Ketiga, tetapi semua itu melambangkan kodifikasi perubahan dalam perilaku Romawi terhadap budak yang mugkin telah berkembang selama berpuluh-puluh tahun.[73]

Sulit menentukan hingga sejauh mana peristiwa-peristiwa dalam perang ini mempengaruhi perubahan dalam pemanfaatan dan hak hukum budak Romawi. Akhir Perang Budak Ketiga tampaknya bertepatan dengan akhir dari periode paling terkenal dalam pemanfaatan budak Romawi, dan awal dari cara pandang baru terhadap budak dalam masyarakat dan hukum Romawi. Perang Budak Ketiga merupakan Perang Budak yang terakhir, dan Romawi tidak pernah lagi dilanda pemberontakan budak dengan sekala sebesar ini.[77][o]

Tujuan para budak

sunting
 
Patung Spartacus karya Denis Foyatier, sek. 1830, ditampilkan di Museum Louvre.

Pada akhir tahun 73 SM, Spartacus dan Crixus memimpin sekelompok besar orang bersenjata dengan kemampuan yang baik dalam menghadapi pasukan Romawi. Apa yang mereka ingin lakukan dengan pasukan ini tidak dapat diketahui secara pasti. Karena Perang Budak Ketiga berakhir dengan kegagalan, tidak ada catatan mengenai motif dan tujuan para budak yang ditulis langsung dari kalangan pemberontak, dan para sejarawan yang menulis mengenai perang ini mengajukan teori-teori yang saling bertentangan.[78]

Banyak catatan modern populer mengenai perang ini mengklaim bahwa terjadi perpecahan di kalangan budak pelarian antara para pengikut Spartacus, yang ingin pergi melewati Alpen supaya dapat bebas, dan para pengikut Crixus, yang ingn tetap bertahan di Italia selatan untuk melanjutkan penyergapan dan penjarahan. Ini tampaknya merupakan interpretasi atas peristiwa yang berdasarkan hal berikut: daerah yang Florus sebutkan sebagai tempat yang dijarah oleh para budak meliputi Thurii dan Metapontum, yang secara geografis jauh dari Nola dan Nuceria[32][79]

Ini mengindikasikan keberadaan dua kelompok: Lucius Gellius Publicola pada akhirnya menyerang Crixus beserta sekelompok pengikutnya yang berjumlah sekitar 30,000 orang, yang digambarkan terpisah dari kelompok utama pimpinan Spartacus.[79] Plutarkhos menuturkan adanya keinginan beberapa budak pelarian untuk menjarah Italia, alih-alih melarikan diri melewati Alpen.[80] Walaupun perpecahan ini tidak dibantah dalam sumber-sumber kuno, tampaknya tak ada bukti langsung yang mendukungnya.[78]

Kisah fiksi, misalnya film Stanley Kubrick tahun 1960 yang berjudul Spartacus, sering kali menggambatkan Spartacus sebagai pejuang kebebasan Romawi kuno, yang berjuang untuk mengubah masyarakat Romawi yang korup serta mengakhiri institusi perbudakan Romawi. Meskipun ini tidak dibantah oleh para sejarawan kuno, tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan bahwa tujuan para budak pemberontak adalah mengakhiri perbudakan di Republik, selain itu tampaknya tak ada tindakan-tindakan Spartacus yang secara spesifik dilakukan untuk mengakhiri perbudakan.[78]

Bahkan para sejarawan kuno, yang menulis hanya sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut, tampaknya terbagi-bagi mengenai motif Spartacus. Appianos dan Florus menulis bahwa dia berniat bergerak menuju Roma,[14][32] meskipun in tampaknya lebih merupakan cerminan dari rasa takut orang Romawi. Jika Spartacus berniat bergerak menuju Roma, tujuan tersebut kemugkinan pada akhirnya diabaikan. Sementara Plutarkhos mencatat bahwa Spartacus hanya ingin melarikan diri ke Galia Cisalpina dan membawa para budak kembali ke kampung halaman masing-masing.[80]

Tidak jelas apakah para budak merupakan kelompok yang seragam di bawah kepemimpinan Spartacus. Meskipun ini merupakan asumsi tersirat dari para sejarawan Romawi, ini kemungkinan merupakan pengaruh dari cara pandang orang Romawi terkait hierarki kekuatan mliter dan kepemimpinan dalam kelompok budak yang ad hoc . Jelas bahwa pemimpinn budak lainnya juga disebutkan, antara lain Crixus, Oenomaus, Gannicus, dan Castus, dan tidak dapat diketahui secara pasti dari sumber-sumber kuno apakah mereka merupakan ajudan, bawahan, atau bahkan pemimpin setara yang membawahi kelompok mereka sendiri dan bergerak bersama-sama dengan para pengikut Spartacus.[78]

Keterangan

sunting
  1. ^ Smith menunjukkan pembelian 10.000 budak dari bajak laut Kilikia,[4] sedangkan Caesar pernah memperbudak 53.000 tawanan Aduatuci melalui kekuatan pasukan Romawi.[5]
  2. ^ Plutarkhos mengklaim 78 orang kabur,[11] Livius mengklaim 74 orang,[13] Appianos menyebutkan "sekitar tujuh puluh orang,"[12] dan Florus meyebutkan "setidaknya tiga puluh orang."[14]
  3. ^ Status Spartacus sebagai auxilia berasal dari catatan Appian edisi Loeb terjemahan Horace White, yang menyebutkan, "..yang pernah bertugas sebagai tentara bersama pasukan Romawi..." Akan tetapi, terjemahan oleh John Carter dalam versi Penguin Classics menyatakan, "..yang pernah bertempur melawan Romawi dan setelahnya dijadikan tawanan dan diperbudak..."
  4. ^ Florus dan Appianos mengklaim bahwa para budak mundur ke Vesuvius,[12][14] sedangkan Plutarkhos hanya menyebutkan "satu bukit" mengenai pengepungan Glaber terhadap perkemahan para budak.[17]
  5. ^ Meskipun tampaknya ada konsensus mengenai sejarah umum ekspedisi praetor, namun nama para komandan dan bawahannya dalam pasukan ini amat beragam dalam sumber-sumber kuno. Plutarkhos dan Frontinus mencatat ekspedisi ini dilakukan di bawah komando "Clodius sang praetor" dan "Publius Varinus",[18][19] sedangkan Appianos menulis "Varinius Glaber" dan "Publius Valerius."[12] dan Livius mencatat komandan kedua sebagai "Publius Varenus" dengan bawahan "Claudius Pulcher."[20]
  6. ^ Menurut Smith, pertarungan gladiator sebagai bagian dari semacam ritual pemakaman di Republik Romawi amat dihormati.[9] Florus menuturkan bahwa "Dia [Spartacus] juga memperingati kematian para perwiranya yang gugur di medan perang dengan pemakaman seperti para jendaral Romawi, dan memernitahkan para tawanannya untuk bertarung di tumpukan kayu bakar mereka."[14]
  7. ^ Florus tidak menjelaskan kapan dan bagaimana Spartacus ingin bergerak menuju Roma, namun dia sepakat bahwa ini merupakan tujuan utama Spartacus.[14]
  8. ^ Bradley mengidentifikasi Gaius Cassius Longinus sebagai gubernur Galia Cisalpina pada masa itu.[39] Livius juga menyebutkan "Caius Cassius" dan rekan komandan (atau bawahannya) "Cnaeus Manlius."[40]
  9. ^ Plutarkhos memberikan uraian singkat mengenai keterlibatan Crassus dalam perang. Dia menggambarkan Crassus sebagai komandan yang efektif.[42] Appianos memberikan uraian yang lebih rinci mengenai keseluruhan perang dan kediktatoran yang mengikutinya, yang mana tindakan Crassus disebutkan secara menyeluruh.[43]
  10. ^ Appianos menyebutkan jumlah legiunnya,[44] sedangkan Smith membahas jumlah legiun sepanjang sejarah Romawi, menyatakan bahwa legiun republik akhir memiliki tentara dengan kisaran 5,000–6,200 orang per legiun.[45]
  11. ^ Sumber-sumber kuno tidak menyebutkan bagaimana nasib para budak yang tidak ikut menerobos pengepungan, namun ada kemungkinan bahwa mereka merupakan budak di bawah komando Gannicus dan Castus yang disebutkan kemudian.[53][54]
  12. ^ Plutarkhos menyebutkan 12.300 pemberontak terbunuh,[55] sedangkan Livius mengklaim 35.000.[56]
  13. ^ Livius mengklaim bahwa sekitar 60,000 budak pemberontak terbunuh dalam pertempuran itu.[61]
  14. ^ Gaius menuturkan perubahan dalam hak pemilik untuk menimpakan perlakuan apapun yang mereka inginkan terhadap budak mereka,[75] sedangkan Seneca menjabarkan hak budak untuk memperoleh perlakukan yang layak serta pembentukan "ombudsman budak."[76]
  15. ^ Meskipun di kemudian hari terjadi beberapa pemberontakan budak lainnya.[77]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Plutarkhos, Kehidupan Crassus 8
  2. ^ Appianos, Perang Saudara, 1:117 "… Spartacus mengurbankan 300 tawanan Romawi untuk arwah Crixus, dan berarak ke Roma dengan 120,000 orang…"
  3. ^ Smith, A Dictionary of Greek and Roman Antiquities, "Servus", hlm. 1038 Diarsipkan 2013-02-10 di Wayback Machine.; menjabarkan cara legal dan militer bagaimana orang dapat menjadi budak.
  4. ^ a b Smith, Greek and Roman Antiquities, "Servus", hlm. 1040 Diarsipkan 2012-10-05 di Wayback Machine.
  5. ^ a b Caesar, Commentarii de Bello Gallico, 2:33
  6. ^ Smith, Greek and Roman Antiquities, "Servus", hlm. 1039 Diarsipkan 2009-06-21 di Wayback Machine.; Livius, Sejarah Romawi, 6:12
  7. ^ Smith, Greek and Roman Antiquities, "Servus", hlm. 1022–39 Diarsipkan 2013-07-26 di Wayback Machine. merangkum hukum rumit Romawi mengenai status hukum budak.
  8. ^ a b "Spartacus". BBC. Diakses tanggal 3-10-2012. 
  9. ^ a b c Smith, Greek and Roman Antiquities, "Gladiatores", hlm. 574 Diarsipkan 2012-10-05 di Wayback Machine.
  10. ^ Mommsen, Sejarah Romawi, 3233–3238.
  11. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 8:1–2
  12. ^ a b c d e f g h i j k l Appianos, Perang Saudara, 1:116
  13. ^ a b Livius, Periochae, 95:2 Diarsipkan 2011-06-29 di Wayback Machine.
  14. ^ a b c d e f g h i j k Florus, Epitome, 2.8
  15. ^ Plutarkhos, Crassus, 8:2
  16. ^ Smith, Greek and Roman Antiquities, "Gladiatores", hlm. 576 Diarsipkan 2012-10-10 di Wayback Machine.
  17. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 9:1
  18. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 9:1–3
  19. ^ a b Frontinus, Stratagems, Buku I, 5:20–22
  20. ^ a b Livius, Periochae , 95 Diarsipkan 2011-06-29 di Wayback Machine.
  21. ^ a b c "Third Servile War". UNRV History. Diakses tanggal 03-10-2012. 
  22. ^ Frontinus, Stratagems, Buku I, 5:20–22
  23. ^ Frontinus, Stratagems, Buku VII:6
  24. ^ Broughton, Magistrates of the Roman Republic, hlm. 109
  25. ^ Plutarkhos, Crassus, 9:4–5
  26. ^ a b Sallustus, Historia, 3:64–67.
  27. ^ Plutarkhos, Crassus, 9:3
  28. ^ Orosius, Historia 5.24.2
  29. ^ Bradley, Slavery and Rebellion, hlm. 96.
  30. ^ Appianos, Perang Saudara, 1:116–117
  31. ^ Plutarkhos, Crassus 9:6
  32. ^ a b c d e f g Appianos, Perang Saudara, 1:117
  33. ^ a b Plutarkhos, Crassus 9:7
  34. ^ Livius, Periochae 96 Diarsipkan 2017-07-19 di Wayback Machine.. Livius menuturkan bahwa pasukan di bawah (mantan) praetor Quintus Arrius membunuh Crixus dan 20,000 pengikutnya.
  35. ^ a b c Appianos, Perang Saudara, 1.117
  36. ^ Bradley, Slavery and Rebellion, hlm.121
  37. ^ a b Plutarch, Crassus, 9:7
  38. ^ a b c d Plutarkhos, Crassus 10:1
  39. ^ a b Bradley, Slavery and Rebellion, hlm. 96
  40. ^ a b Livius, Periochae , 96:6 Diarsipkan 2017-07-19 di Wayback Machine.
  41. ^ Plutarkhos, Crassus, 9:5
  42. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 6
  43. ^ a b Appianos, Perang Saudara, 1:76–1:104
  44. ^ a b c d Appianos, Perang Saudara, 1:118
  45. ^ a b Smith, A Dictionary of Greek and Roman Antiquities, "Exercitus", hlm. 494 Diarsipkan 2012-10-06 di Wayback Machine.
  46. ^ a b c Plutarkhos, Crassus, 10:1–3
  47. ^ a b c Appianos, Perang Saudara, 1:119
  48. ^ Florus, Epitome, 2.8
  49. ^ Cicero, Pidato, "Teruntuk Quintius, Sextus Roscius...", 5.2
  50. ^ Plutarkhos, Crassus, 10:4–5
  51. ^ a b c Plutarkhos, Crassus, 11:2
  52. ^ Strachan-Davidson mengenai Appianos. 1.120
  53. ^ a b c d e f g Appianos, Perang Saudara, 1:120
  54. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 10:6
  55. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 11:3
  56. ^ a b Livius, Periochae, 97:1 Diarsipkan 2017-07-19 di Wayback Machine.
  57. ^ Bradley, Slavery and Rebellion. hlm. 97
  58. ^ Plutarkhos, Crassus, 11:4
  59. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 11:5
  60. ^ Plutarkhos, Crassus, 11:6–7
  61. ^ a b Livius, Periochae, 97.1 Diarsipkan 2017-07-19 di Wayback Machine.
  62. ^ Matyszak, The Enemies of Rome hlm.133
  63. ^ Plutarkhos, Pompey, 21:2
  64. ^ Plutarkhos, Crassus 11.7
  65. ^ Plutarkhos, Crassus, 11.7
  66. ^ Appian, Civil Wars, 1.120.
  67. ^ a b Appianos, Perang Saudara, 1:121
  68. ^ Plutarkhos, Crassus, 12:2
  69. ^ Fagan, The History of Ancient Rome
  70. ^ Appianos, Perag Saudara, 1:121
  71. ^ Davis, Readings in Ancient History, hlm. 90
  72. ^ Smitha, Frank E. (2006). "From a Republic to Emperor Augustus: Spartacus and Declining Slavery". Diakses tanggal 2006-09-23. 
  73. ^ a b Claudon, David. "Slavery in Ancient Rome". Mare Nostrum. Diakses tanggal 3-10-2012. 
  74. ^ Suetonius, Kehidupan Claudius, 25.2
  75. ^ a b Gaius, Institvtionvm Commentarivs, I:52
  76. ^ a b Seneca, De Beneficiis, III:22
  77. ^ a b Zosimus, Historia Nova, I.71.
  78. ^ a b c d Gill, N.S. "The Slave Revolt of Spartacus the Gladiator". About.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-25. Diakses tanggal 03-10-2012. 
  79. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 9:7
  80. ^ a b Plutarkhos, Crassus, 9:5–6

Referensi

sunting

Sumber kuno

sunting

Sumber modern

sunting
  • Bradley, Keith. Slavery and Rebellion in the Roman World. Bloomington: Indiana University Press, 1989. ISBN 0-7134-6561-1.
  • Broughton, T. Robert S. Magistrates of the Roman Republic, vol. 2. Cleveland: Case Western University Press, 1968.
  • Davis, William Stearns ed., Readings in Ancient History: Illustrative Extracts from the Sources, 2 Vols, Vol. II: Rome and the West. Boston: Allyn and Bacon, 1912–13.
  • Matyszak, Philip, The enemies of Rome, Thames & Hudson, 2004. ISBN 0-500-25124-X.
  • Shaw, Brent. Spartacus and the Slave Wars: a brief history with documents. 2001. [1]
  • Strachan-Davidson, J. L. (ed.), Appian, Civil Wars: Book I, Oxford University Press, 1902 (repr. 1969).
  • Mommsen, Theodor, The History of Rome, Books I-V, project Gutenburg electronic edition, 2004. ISBN 0-415-14953-3.
  • William Smith, D.C.L., LL.D., A Dictionary of Greek and Roman Antiquities, John Murray, London, 1875.
  • Fagan, Garret G. Diarsipkan 2006-04-23 di Wayback Machine., "The History of Ancient Rome: Lecture 23, Sulla's Reforms Undone", The Teaching Company. [rekaman suara:CD].

Pranala luar

sunting