Kosher

Hal yang diizinkan di agama Yahudi

Kosher atau kosyer (bahasa Ibrani: כַּשְׁרוּת kašrût), yang berasal dari kata kashrut atau kashruth (bahasa Ibrani: כָּשֵׁר kāšēr), adalah istilah dalam hukum tentang makanan Yahudi. Sesuai dengan halakha (hukum Yahudi) suatu makanan disebut kosher (istilah bahasa Inggris, dari istilah bahasa Ibrani kasher, yang berarti "layak" (dalam konteks ini berarti layak untuk dimakan orang Yahudi).

Huruf U yang dilingkari menandakan bahwa produk ini dinyatakan kosher oleh Uni Ortodoks (OU). Kata "Pareve" menunjukkan bahwa produk ini tidak mengandung bahan-bahan yang berasal dari susu atau daging.
McDonald's Kosher di Buenos Aires (Argentina).

Sebagian besar hukum dasar kosher berasal dari Kitab Imamat dan Ulangan di dalam Torah, yang secara terinci menguraikan hukum lisan (Mishnah dan Talmud) dan dikodifikasikan oleh Shulkhan Arukh dan kemudian oleh pimpinan rabinik. Ada banyak sekali alasan yang dikemukakan untuk hukum-hukum ini, yang merentang dari filosofis dan ritualistik hingga praktis dan higienis; lihat bawah untuk contoh dan penjelasannya.

Di antara berbagai peraturan dalam hukum kashrut terdapat larangan untuk mengkonsumsi hewan yang tidak kosher seperti daging babi, kerang-kerangan (moluska maupun Krustasea), sebagian besar serangga (kecuali pada spesies tertentu misalnya belalang kosher), percampuran antara daging sapi dan susu, dan hukum yang mengatur cara menyembelih hewan mamalia dan unggas mengacu pada proses yang disebut shechita. Terdapat juga hukum mengenai produk hasil pertanian yang dapat mempengaruhi layak atau tidaknya suatu makanan dikonsumsi.

Makanan yang tidak sesuai dengan hukum Yahudi diistilahkan treifah atau treif (טְרֵפָה ṭərēp̄āh) ("tercabik"); istilah yang aslinya mengacu kepada binatang (dari spesies yang kosher, misalnya sapi atau domba) yang disembelih dengan cara yang keliru atau dilukai hingga mati oleh binatang buas dan karena itu tidak layak dimakan manusia. Di antara orang-orang Sefardi, istilah ini biasanya hanya merujuk pada daging yang tidak kosher.

Kata kosher telah dipinjam oleh banyak bahasa. Dalam bahasa Inggris, kata ini digunakan untuk mengartikan sesuatu yang sah, diizinkan, asli, atau otentik.

Jenis-jenis Makanan

sunting

Makanan dinyatakan kosher bila memenuhi semua kriteria yang diberlakukan oleh hukum Yahudi terhadap makanan. Hal-hal yang membatalkannya dapat merentang dari adanya campuran daging dan susu, hingga penggunaan bahan dari Israel yang belum dikenai persepuluhan dengan semestinya, atau bahkan kerena digunakannya alat-alat masak yang sebelumnya telah digunakan untuk makanan non-kosher.

Cara mengetahui makanan yang kosher

sunting

Sejak lebih dari seabad yang lalu, telah ada perkembangan di berbagai organisasi rabbinic yang melakukan sertifikasi pada produk, pabrik makanan dan restaurant kosher, biasanya dengan pemakaian simbol (disebut hechsher) untuk menunjukkan adanya dukungan dari organisasi rabbinic. Saat ini, sekitar seperenam dari orang Yahudi Amerika yang masih secara penuh menjalankan hukum kosher, dan banyak yang masih menjauhkan diri dari makanan tidak kosher, khususnya daging babi.

Makanan yang dibeli di toko dapat diidentifikasikan kosher bila ada tanda hechsher (plural hechsherim), sebuah lambang grafis yang menunjukkan bahwa makanan itu telah disertifikasikan kosher oleh otoritas rabinik. (Mungkin saja seorang rabi sebagai individu, tetapi yang lebih sering adalah suatu organisasi rabinik.) Lambang yang paling sering adalah tanda "OU", yaitu huruf U dalam sebuah lingkaran (Ⓤ), yang melambangkan Jemaat-jemaat Uni Ortodoks. Namun banyak rabi dan organisasi yang mempunyai tanda pengesahan mereka sendiri-sendiri, dan lambang-lambang yang lain terlalu banyak untuk didaftarkan di sini.

Tanda hechsherim dari sejumlah otoritas kadang-kadang dianggap tidak sah oleh otoritas tertentu lainnya. Sebuah huruf K kadang-kadang digunakan untuk menandai kashrut, tetapi karena tanda ini tidak dapat dijadikan merek dagang (metode untuk melindungi lambang-lambang lain agar tidak disalahgunakan), hal ini tidak berarti apa-apa selain bahwa perusahaan yang memproduksi makanan itu menganggapnya kosher.

Penjelasan Filsafat

Filsafat Yahudi membagi 613 mitzvot kedalam tiga kelompok:

  1. Hukum yang memiliki penjelasan rasional dan dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat yang taat (mishpatim).
  2. Hukum yang dapat dipahami setelah adanya penjelasan, tetapi tidak akan menjadi hukum jika tidak ada Hukum Taurat (Edot).
  3. Aturan yang tidak memiliki penjelasan rasional (chukim).

cendekiawan Yahudi mengizinkan seseorang untuk mencari alasan atas hukum-hukum yang terdapat dalam Taurat. Beberapa ahli agama berpendapat bahwa hukum kashrut adalah simbol dari pembentukan karakter orang Yahudi. Hewan kosher melambangkan nilai (virtues), sementara hewan non-kosher melambangkan sifat buruk (vices). Sebagai contoh, Kitab Taurat melarang untuk "... masak anak (kambing, domba, sapi) dalam susu induknya". Tidak terdapat penjelasan mengenai alasan dibalik aturan ini di dalam Taurat, tetapi hal tersebut ditafsirkan sebagai bentuk perbuatan kejam dan ketidak-pekaan.

Kelompok Yahudi Hasidim percaya bahwa kehidupan sehari-hari diilhami oleh adanya hubungan dengan Tuhan, hal ini diwujud nyatakan dalam dunia secara fisik; Yahudi Hasidim berpendapat bahwa hukum mengenai makanan punya kaitan dengan hubungan tersebut, istilah yang dipakai adalah percikan kudus, adanya peran hewan dalam interaksi manusia dan Tuhan. Namun, tidak semua produk hewani dapat mendatangkan percikan kudus. Ada hewan yang secara ritual dinyatakan bersih dan juga tidak bersih.

Menurut seorang teolog Kristen, Gordon J. Wenham, tujuan hukum kosher adalah untuk membantu orang-orang Yahudi mempertahankan keberadaan mereka yang berbeda dan terpisah dari bangsa lain; ia mengatakan bahwa hukum tersebut membawa pengaruh untuk menghindari sosialisai dan perkawinan campur dengan orang non-Yahudi, hal ini untuk mencegah lunturnya identitas Yahudi. Wenham berpendapat bahwa karena makanan adalah perkara publik, maka dengan adanya hukum ini dapat menjadi pengingat tentang status mereka yang khas sebagai orang Yahudi.

Kosher dan Islam

sunting

Islam mempunyai aturan-aturan makanannya yang mirip dengan kosher, yang disebut halal. Banyak produk kosher adalah halal menurut Islam, tetapi ada beberapa produk halal yang tidak kosher menurut aturan Yahudi, misalnya daging unta atau ikan yang tidak bersisik dan bersirip. Dapat pula sebaliknya, misalnya anggur (dalam hal ini sari anggur yang sudah difermentasi/didiamkan hingga 3 hari dan mengalami perubahan rasa, yang mana dalam Islam dikenal dengan "Khamr") dianggap kosher, tetapi tidak halal.

Islam dan Yahudi sama-sama setuju—walau dengan penerapan yang berbeda—bahwa makanan dari hewan darat boleh dimakan setelah disembelih melalui lehernya dan dikeluarkan darahnya, bahwa makanan yang diolah tidak boleh bercampur dengan yang tidak boleh dimakan maupun diolah dengan peralatan bekas makanan non halal atau kosher—kecuali peralatan tersebut telah disucikan lagi.

Biasanya, sebelum disembelih hewan kosher akan diberkati atau didoakan, yang mirip dengan aturan Islam yang mengharuskan pembacaan nama Allah (basmalah), sehingga seorang muslim perantauan dapat memakan makanan kosher bila tidak mendapat makanan halal di tempatnya. Lagipula hal ini didukung oleh Al-Quran. Tetapi masalah lain muncul takkala penyembelih tidak mengucap berkat tersebut, dan hal tersebut masih dianggap kosher oleh mereka [lihat: Hukum Maimonedes tentang Berkat 11:5].

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. Catatan 1: Macht D, (1953). "An Experimental Pharmacological Appreciation of Levitcus XI and Deuteronomy XIV". Bull Hist Med 27:444-450 PDF Diarsipkan 2007-06-30 di Archive-It.
  2. Catatan 2: Ministry Magazine, March 1953, p37-38 "This Question of Unclean Meats" Tanggapan terhadap studi Macht dari kepala-kepala Departemen Biologi.
  3. Catatan 3: Rennet harus kosher, entah mikrobia atau dari produksi khusus rennet binatang yang menggunakan jeroan sapi yang Kosher.[1] Diarsipkan 2012-03-06 di Wayback Machine. Diambil pada 10 Agustus 2005.

Bacaan lebih lanjut

sunting
  • James M. Lebeau, The Jewish Dietary Laws: Sanctify Life, United Synagogue of Conservative Judaism, New York, 1983
  • Samuel Dresner, Seymour Siegel and David Pollock The Jewish Dietary Laws, United Synagogue, New York, 1982
  • Isidore Grunfeld, The Jewish Dietary Laws, London: Soncino, 1972
  • Isaac Klein, A Guide to Jewish Religious Practice, JTSA, 1992
  • Shechita: Religious, Historical and Scientific Perspectives, Munk, Feldheim Publishers, New York, 1976

Pranala luar

sunting

Sumber-sumber tentang praktik kosher

sunting

Tentang penyembelihan ritual

sunting

Lain-lain

sunting